Tidak hanya kabar pelarangan seorang polwan untuk memakai Jilbab, Indonesia juga dikejutkan dengan kabar siswi-siswi peserta seleksi Paskibra diminta untuk membuka jilbab ketika proses seleksi. Sungguh peristiwa yang memprihatinkan ini, bisa terjadi di Indonesia yang mayoritas penduduknya Islam. Berikut beritanya.
Sejumlah siswi sekabupaten Maros yang ikut seleksi pasukan pengibar bendera (paskibra) dipaksa melepaskan jilbab. Padahal sesuai Perda syariat Islam tahun 2006, setiap pelajar diwajibkan mengenakan jilbab.
Wakil Ketua DPRD Maros H Sudirman menuturkan, tindakan oknum panitia seleksi Paskibra yang meminta pelajar membuka jilbab pada saat pelaksanaan seleksi paskibra adalah keliru.
Insiden buka jilbab itu terjadi Minggu (2/6) lalu di kantor Bupati Maros. 33 siswi yang menjadi pesarta diharuskan membuka jilbabnya. Saat diharuskan membuka jilbab, tiga siswi diantaranya Liok Semawar siswa SMA Angkasa Maros, Zakinah Rahman siswi SMA 1 Maros keberatan untuk membuka jilbabnya di depan umum. Mereka bersikeras tidak membuka jilbab. Hingga tahap seleksi berjalan, para siswi ini tidak membuka jilbabnya.
Seorang purnabhakti Paskibra Maros yang juga bertugas menyeleksi para peserta, Andi Mahyuddin mengakui perilaku buka jilbab tersebut. Menurutnya, Buka jilbab bagi peserta telah berlangsung sudah cukup lama. Dia berdalih, buka jilbab merupakan hal teknis saat penyesuaian seragam paskibra.
Ditambah lagi ada beberapa siswi yang rambutnya sudah panjang namun mereka tidak ingin memotongnya. Sehingga insiden buka jilbab ini dirasa cukup penting bagi panitia untuk penyeragaman.
"Kemarin itu kami dari panitia menyuruh membuka jilbab tapi cuma sebentar. Semuanya karena persoalan teknis saja, tidak ada niat macam-macam," jelasnya, saat ditemui di kantor Dispori Maros, Senin (3/6/2013).
Dia mengaku, insiden ini akan dirapatkan dalam kepanitiaan. Namun belum tentu ketiga siswi yang menolak membuka jilbab tersebut dinyatakan tidak lulus
Seleksi diikuti 70 peserta dari siswa siswi SMA se-Kabupaten Maros. Tahapan seleksi dimulai sejak Mei hingga Juli. Selama tiga bulan, peserta digembleng untuk mengibarkan bendera. Peserta dilatih setiap hari Minggu di halaman kantor Bupati Maros. Pada 24 Juni nanti, deadline panitia untuk menyerahkan daftar nama peserta pada pelatih. Pelatih didatangkan langsung dari unsur Kodim 1422 Maros, kesatuan Kostrad Kariango, Auri, Polres Maros, Disdik Maros dan Dispori Maros.
Ketika dikonfirmasi terpisah, orang tua Zakinah, Abd Rahman mengatakan, pihaknya sangat kecewa dengan tindakan panitia. Seharusnya kata dia, seorang peserta paskibra yang memang telah mengenakan jilbab, jangan dipaksa untuk membuka jilbab, walaupun itu hanya hal teknis semata. Apalagi mereka disuruh membuka jilbab di muka umum.
"Itu bukan aturan, tetapi oknum saja yang buat-buat. Banyaknya itu senior perempuan di paskibra dan bisa dimasukan ke dalam ruangan kalau memang hal itu dirasa cukup penting. Dak perlu membuka jilbab depan umum," jelasnya.
Dia mengaku tindakan itu bukan bagian dari pelatihan. Anaknya pun tidak mendaftar dengan sukarela di seleksi itu tapi ditunjuk oleh sekolah. Dia sangat menyayangkan tindakan panitia. Dia takutkan insiden itu akan berpengaruh pada mental anaknya dan juga ke-33 siswi yang lain.
Sementara itu Ketua Komite SMA 1 Maros A Said Patombongi menuturkan, apa yang dilakukan panitia untuk membuka jilbab bagi siswi, merupakan tindakan berlebihan. Malahan itu melanggar etika. Dia mengibaratkan seorang perempuan yang dipaksa melepaskan pakaian yang dia kenakan.
"Itu terlalu diada-adakan, bisa saja itu tidak terlalu penting dalam pelaksanaan, tapi diadakan," ungkap aktifis dakwah ini.
Dia menambahkan, apa yang dilakukan panitia merupakan pelanggaran, karena di Maros telah ditetapkan perda syariah.
"Perda menganjurkan memakai jilbab. Tap ini malahan sebaliknya memaksa buka jilbab. Saya harapkan bupati memanggil yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya," ujarnya. (sumber: muslimina.blogspot.com)