By: Nandang Burhanudin
******
Kemenangan Ikhwanul Muslimin dan berkuasanya Moursi, benar-benar menggetarkan Israel dan membuat AS- Barat ketar-ketir. Padahal IM dan Moursi telah banyak melakukan negosiasi dengan kaum sekuler-liberal-muslim ambigu, demi terciptanya stabilitas, tercapainya swasembada pangan, terlaksananya program industri-industri strategis, serta fokus masyarakat Mesir dalam meninggkatkan kejayaan militer.
Demokrasi benar-benar dijadikan sarana untuk mengumbar fitnah, caci maki, hingga pelecehan terhadap Moursi dan IM yang di kemudian hari berubah menjadi pelecehan terhadap Islam. Ini dilakukan oleh kaum sekuler dan liberal.
Tengok pelecehan wanita berjilbab. Ditarik kerudungnya. Bahkan seorang pria berjanggut panjang, dipegangi beberapa pria kemudian ditelanjangi di sebuah stasion Cityrail.
Tengok pembunuhan di hadapan umum. Tidak lagi dilakukan oleh organisasi geng Black Blok. Tapi para polisi aktif yang dulu menjadi tukang jilat Mubarak, menegaskan akan menyerang dan menjadi pencetus kekacauan di seantero Mesir. Ancaman yang bukan omong kosong. Dua pemuda IM, telah meregang nyawa.
Mengapa mereka begitu percaya diri? Sebab mereka yakin, Moursi tidak akan melakukan hal yang sama, karena doktrin IM adalah ajaran yang toleran, moderat, dan cinta. Walau elemen-elemen IM pun sudah siap siaga, jika serangan 30 Juni benar-benar terjadi.
Sedangkan oleh elemen-elemen yang tak senang IM memegang kendali dan meraih simpati publik, termasuk salah satunya elemen yang kental dengan ambiguitas, malah mencerca Moursi dan IM yang menurutnya telah
Dua kutub yang berlainan, namun satu tujuan yaitu: mencampakkan koalisi gerakan Islam moderat untuk meraih Syariat sesungguhnya yang berkarakter:
1. Menjaga agama; 2. Menjaga keturunan; 3. Menjaga nyawa; 4. Menjaga harta; 5.Menjaga kehormatan.
Serangan untuk memarjinalkan gerakan Islam moderat ini, seiring sejalan dengan agenda besar AS-Israel-Barat. John McCain misalnya mengomentari kisruh stabilitas Mesir saat ini dengan mengatakan, "Kekacauan di Mesir saat ini, jauh lebih penting bagi kami dan jauh lebih tragis dibandingkan runtuhnya Khilafah Islam pada abad lalu."
Dengan suara yang sama, Lieberman, Menteri Luar Negeri Israel menegaskan, "Chaos yang terjadi di Mesir jauh lebih penting dan lebih tragis dibanding dengan bom-bom nuklir."
Hari kemarin di Israel TV Channel Ten, penyiar Israel mengatakan, "Mimpi mendirikan Israel Raya selalu menghadapi 3 (tiga) rintangan. Dua rintangan sudah hilang, yaitu Irak dan Syiria, dan tidak akan bisa bangkit lagi selama 20 tahun. Tinggal yang tersisa satu saja; yaitu Mesir. Ia adalah rintangan terberat yang menghalangi cita-cita Israel Raya. Tentu, kita bangsa Israel akan memberikan dukungan sepenuh hati dan sekuat mungkin, agar pada tanggal 30 Juni ini, mereka mampu menjauhkan Ikhwanul Muslimin dari kekuasaan."
Beragam sikap di atas adalah hal lumrah dan wajar bila itu dilakukan AS-Barat-Israel dan kaum liberal-sekuler. Namun yang tidak wajar dan perlu diberikan tanda tanya adalah,
sikap elemen-elemen Islam yang justru menelikung dari belakang, menggunting dalam lipatan. IM dan Salafy memiliki perbedaan cara perjuangan. Tapi untuk sementara waktu,
mereka meyakini perbedaan cara perjuangan ditunda dahulu demi menghadapi hal yang darurat. Kedewasaan ini tidak dimiliki oleh elemen-elemen yang mengusung Syariah dan Khilafah. Entah mengapa .... (sumber: muslimina.blogspot.com)