Hasil referendum dan kekeliruan tesis Faruq Juwaidah

Faruq Juwaidah, penulis besar Mesir itu mengkritisi gerakan Ikhwanul Muslimin (IM) yang akhir-akhir ini lebih sering bergandeng tangan dengan Salafy. Menurut Juwaidah, IM telah melakukan kesalahan besar. Seringnya berinteraksi dengan Salafy akan membuat IM tidak lagi terbuka, rigid dan fanatik. IM telah meninggalkan Al-Wafd kawan lamanya di masa Mubarak dan menjauh dari liberalis sahabat berjuang sewaktu revolusi. Akibatnya, IM harus membayar mahal pada referendum UUD yang hanya meraup 56% suara.
Ada yang perlu dikoreksi dari tesis Juwaidah ini. Dikarenakan referendum yang digelar baru gelombang pertama, semestinya Juwaidah membandingkan hasil perpronvinsi sebagaimana yang dilakukan surat kabar Al-Ahram tempatnya dibesarkan. Ahram juga menangkap kedatangan masyarakat ke TPS bukan hanya untuk menilai draft UUD tapi juga memberikan penilaian terhadap kerja Mursi selama menjabat presiden.

Semestinya Juwaidah membangun tesisnya seperti ini : 
Provinsi
Pemilu Presiden
Referendum
Putaran 2
Kairo
44,3
43,1
Aleksanderia
57,5
55,6
Syarqiyah
45,7
65,9
Gharbiyah
37
47,9
Daqahiliyah
55,6
55,1
Suhaj
58,2
78,8
Asyuth
61,5
76,5
Aswan
51,9
76,4
Sinai Utara
61,5
78,3
Sinai Selatan
50,3
63,9
Juwaidah benar ketika mengungkap kedekatan IM dengan kubu librealis di masa lalu. Jihad Haddad misalkan, penasehat senior FJP mentraining kampanye presiden Hamdain Sabbahi meskipun IM dan FJP memiliki calon sendiri. Tidak hanya itu, di masa Mubarak, Sabbahi menduduki kursi legislatif atas pertolongan IM setelah menyoret kadernya –yang semestinya menjadi aleg- dan memberikan jalan kepada Sabbahi. Di awal Baradei hendak mendirikan National Change Front hanya mengantongi 100.000 tanda tangan. Begitu datang dan meminta tolong IM, Baradei mendapatkan lebih dari 1.000.000 tanda tangan.
Juwaidah semestinya juga meletakkan kaca pembesar kepada National Salvation Front (NSF). Mengapa Baradei, Hamdain Sabbahi dan Badawie (ketua partai Al-Wafd) berkoalisi dengan antek-antek Mubarak semisal Samih Asyur, Amr Musa, Ahmad Zein dan Abdul Majid Mahmud? Mengapa setelah pemilu presiden mereka mendepak IM dari Tahrir dan justeru mendatangkan para tersangka pembunuh demonstran?
Terkait kekhawatiran kefanatikan, pasca revolusi Salafy telah belajar membuka diri. Suatu hari sebelum pemilu legislatif saya mendatangi kantor IM cabang Syarqiyah. Bertemu dan berdialog dengan penanggung jawab politik, Muhammad Izzad (sekarang menjabat wakil gubernur Syarqiyah). Sekeluarnya saya dari ruangan Izzad, beberapa pembesar Salafy telah bersiap masuk. Fahmi Huwaidy dalam satu tulisannya menangkap kebesaran hati pengurus partai An-Nur untuk belajar berpolitik dari berbagai kalangan dan mulai belajar membuka diri. Maka kekhawatiran fanatik akan lebih tepat jika diarahkan kepada NSF yang berkali-kali menolak ajakan dialog presiden dan lebih memilih jalur non-demokratis. Surat kabar Israel Todays menyayangkan sikap Baradei cs, setelah kotak suara tidak berpihak kepada mereka, menuduh adanya kecurangan dalam referendum tanpa mengajukan bukti kuat.
NSF harus segera berbenah diri dan mengubah manuvernya, demi menghentikan maraknya pembelotan dan gerakan kader keluar partai sebagai aksi protes kebijakan pimpinan, sebelum semua itu menggelinding semakin lebar dan cepat seperti bola salju. Lalu bagaimana akan meraih simpati publik jika menjaga kepercayaan internal saja kesulitan? 
(sumber: kaisarelrema.wordpress)
Share this with short URL: