Hukum memberikan Suara dalam Referendum UUD Mesir

Syekh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak, adalah ulama sepuh di Arab Saudi yang sangat disegani. Beliau mengeluarkan fatwa terkait dengan referendum UU Mesir yg menimbulkan polemik di kalangan Islamiyyin Mesir, antara yg pro dan kontra dalam hal partisipasi memberikan suara di dalamnya... Cukup menarik cara beliau melihat sudut pandangnya. (Abdullah Haidir)



 


حكم التصويت للدستور المصرى 

Hukum memberikan Suara dalam Referendum UUD Mesir
[diterjemahkan oleh: ust Hatta Syamsuddin]


Segala puji hanyalah bagi ALLah, sholawat dan salam atas hamba dan Rasul-Nya Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat. Amma bakd
Telah sampai kepadaku terjadinya perbedaaan pendapat di antara saudara kami para Ahli Sunnah di Mesir seputar permasalahan pemberian suara dalam Referendum UUD Mesir. Perbedaan diantara mereka adalah seputar hukumnya : apakah haram, boleh atau bahkan wajib. Sebagaimana diketahui bahwa setiap mereka memiliki hujjah dan dalil untuk menguatkan pendapatnya. Dan saya telah mengkaji dalil dan hujjah mereka, dan sepanjang yang saya dapati cara beristidlal (berhujjah dengan dalil) sama-sama kuat yang mungkin membuat bingung mereka yang mengkajinya.
Dan awal timbulnya perbedaan dalam hal ini adalah disebabkan:
1. Adanya dalam UUD ini “pasal kekufuran” yang semua saudara kita tidak berbeda pendapat seputar kebatilannya, serta haramnya menaruh pasal tersebut dalam kondisi sukarela tanpa paksaan.
2. Adanya dalam UUD ini pasal kebaikan yang akan mendekatkan penegakan hukum syariah. Pasal inilah yang membuat kaum oposisi tidak rela adanya penegakan syariah melalui UUD ini.
Yang tergambar bagiku setelah mengkaji beragam paradigma dan cara berpikir saudara-saudara kami ahli Sunnah, bahwa hukum pemberian suara untuk mendukung UUD ini jika tidaklah wajib maka boleh (jaiz). Dan hal tersebut sama sekali tidak termasuk dalam kategori  mengakui dan meridhoi kekufuran. Hal ini tidak lebih dari bab menolak keburukan yang lebih berbahaya dari keburukan yang ada, serta memilih hal yang dianggap lebih ringan kerusakannya (akhoffu dororain).
Dan tidak ada lagi dihadapan kaum muslimin yang akan memberikan suara kecuali hal ini, atau justru hal yang lebih buruk lagi. Dan bukanlah bagian dari hikmah (kebajikan), baik secara logika maupun syar’i , ketika kita meninggalkan sebuah urusan (referendum),  yang hal ini akan memberikan kesempatan bagi golongan batil  yang terdiri dari kaum kafir dan munafiq untuk mewujudkan keinginan mereka.
Tidak ragu lagi bahwa mereka yang bersemangat untuk menegakkan syariah – yang memang menjadi komitmen setiap yg beriman kepada Allah dan RasulNya – meskipun mereka berbeda pendapat dalam urusan referendum ini, sesungguhnya mereka adalah para mujtahidun sehingga urusan  mereka seputar antara mendapatkan satu atau dua pahala. Tetapi (yang lebih penting lagi) adalah wajib bagi mereka bersungguh-sungguh untuk menyatukan barisan kaum muslimin dihadapan musuh yang tidak menginginkan Islam tegak di negeri mereka.
Dan aku tidak melihat ada perbedaan signifikan antara pemilihan Presiden dengan referendum UUD ini. Sesungguhnya setiap yang berakal dan memahami realita mengetahui sepenuhnya bahwa presiden muslim yang terpilih ini, tidak mampu menegakkan syariah secara dominan, apalagi mewujudkan penegakan syariah sepenuhnya sebagaimana yang diinginkan mereka kaum muslimun yang sholih dan ikhlas. Hal ini disebabkan karena ada kekuatan dan simbol-simbol kebatilan yang telah menguasai negeri ini, begitu pula disebabkan karena kondisi masyarakat internasional yang dikelola PBB yang disetiri oleh Amerika.
Presiden Mesir yang terpilih saat ini – semoga Allah SWT senantiasa menjaganya dan memberikan taufik-, ia tidak memiliki pendukung di tengah masyarakat internasional, maka dukung dan bantulah ia agar mampu menegakkan syariah sesuai dengan kemampuannya, dan loloskanlah UUD ini yang Presiden saat ini –dengan keterbatasannya- belum bisa membuat yang lebih baik dari yang ada.
Dan engkau sekalian sama-sama mengetahui, bahwa meninggalkan pemberian suara dalam referendum UUD ini, akan memudahkan musuh baik dari dalam maupun luar,  dan hal inilah yang selalu dinanti-nantikan mereka dari kalian. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan antara kalian (kaum muslimin).
Sudah sama dipahami bahwa tidak ada seorangpun dari kalian meridhoi atas pasal-pasal di UUD ini yang bertentangan dengan syariah, akan tetapi meloloskan UUD ini (menang dlm Referendum -ed) adalah sebuah hal yang teramat mendesak (dhorurot), untuk menghindari kondisi yang lebih buruk lagi.
Seandainya seorang dari kalian diminta memilih siapa yang akan memerintah negeri diantara Komunis atau Nashrani, maka secara syar’i dan logika pasti akan memutuskan untuk memilih yang paling ringan keburukan dan permusuhannya terhadap kaum muslimin.
Sebuah hal yang sama dipahami, bahwa sebuah kewajiban yang tidak mampu untuk dikerjakan (karena kondisi dan situasi tertentu), pada dasarnya hukumnya bukan lagi wajib. 
Dan kaum muslimin sepenuhnya bersama kalian dengan hati-hati mereka dan kesungguhan mereka. Maka janganlah perbedaan diantara kalian menjadi sebab terhapusnya impian mereka. Aku memohon kepada Allah agar Ia mengilhamkan kepadamu petunjuk, dan menyatukan hati-hati kalian.
Dan jika memang ditakdirkan masih tersisa perbedaan diantara kalian, maka wajib berhati-hati jangan sampai memperlambat/menghalangi orang-orang yang akan memberikan suara, dan juga berhati-hati jangan sampai ada saling menyerang, mengkafirkan, mencap sebagai pengkhianat, dan mengolok-olok yang lain. Karena tidaklah hal berdosa sebuah perbedaan antara mujtahid, tetapi dosa ada pada permusuhan dan pembangkangan.  Semoga Allah SWT melindungi kalian dari hal yang demikian, serta memperbaiki hati dan niat kalian, meluruskan pikiran kalian, dan memenangkan agama-Nya melalui diri kalian.

وصلى الله وسلم على عبده ورسوله محمد وآله وصحبه
Share this with short URL: