Kairo, 24 Muharram 1434/08 Desember 2012 (MINA) - Setelah terjadinya
aksi protes kelompok oposisi di depan Istana Kepresidenan Ittihadiyah
hingga menjatuhkan korban disusul tuntutan oposisi, akhirnya untuk kedua
kali Presiden Mesir Muhammad Mursi berbicara terkait Deklarasi
Konstitusi (Dekrit) yang dikeluarkannya, 21 November lalu.
Lembaga Studi Informasi Alam Islam
(SINAI) Mesir dalam surat elektroniknya yang yang diterima kantor berita
Islam Mi’raj News Agency (MINA), Sabtu pagi (08/12) melaporkan,
Presiden Mursi menyampaikan pidatonya yang berisi tamparan keras bagi
pihak-pihak yang berkamuflase di balik institusi negara.
Pidato Mursi yang dikutip dari islamstory.com
berbahasa arab dan dialih bahasakan oleh Harun AR dari SINAI itu
menyatakan, Mursi tidak membedakan antara pendukung dan oposisi, "Negara
telah menyatukan semua," kata Mursi.
Mursi merasakan kepiluan yang mendalam
atas jatuhnya korban bentrokan berdarah antara pihak pendukung dan
oposisinya di dekat Istana Ittihadiyah yang telah menyebabkan
sedikitnya lima orang meninggal. Mursi mengungkapkan belasungkawa
sedalam-dalamnya kepada keluarga syuhada insiden Istana Ittihadiyah.
Mursi menghimbau, baik kalangan mayoritas
atau minoritas harus mengutamakan kepentingan negara, menghormati aksi
damai tapi tidak akan menolerir pembuat kekacauan dan kerusakan serta
mengajak rakyat untuk ikut serta mengatasi aksi para pengacau dan yang
mengancam tanah air.
Aksi demonstrasi damai akan dijamin
selama tidak mengganggu jalannya produksi dan tidak menyerang perusahaan
negara dan swasta.
"Sama sekali tidak ada hubungan unjuk
rasa dengan menyerang perusahaan-perusahaan dan membakar kantor-kantor
partai," kata Mursi. Dirinya mengancam, tidak akan ada toleransi pada
upaya kudeta terhadap kedaulatan rakyat.
Aksi demonstrasi Selasa (04/12) lalu
contohnya, telah menyerang properti institusi kepresidenan. Mereka yang
menyusup ke tengah-tengah demonstran tak akan luput dari hukum.
Kontrak Kerja Demonstran
Beberapa pelaku yang ditangkap memiliki kontrak kerja dan hubungan
dengan beberapa oknum yang mengaku-ngaku mempunyai kekuatan politik
Salah seorang terdakwa kasus "Tragedi
Unta" di Tahrir beberapa waktu lalu telah menggunakan kantornya untuk
merancang aksi pengacauan. Beberapa terdakwa telah mengaku mendapat
suntikan dana untuk menyerang demonstran damai pro-Mursi.
"Saya bisa membedakan mana oposisi yang
jujur dan mana yang hanya ingin mengancam negara. Membedakan antara
oposisi dengan mereka yang mengucurkan dana hasil korupsi untuk
meruntuhkan struktur negara. Ini adalah saatnya untuk menghukum mereka
yang telah menghamburkan hartanya untuk menikam stabilitas negara,"
tegas Mursi.
Mursi meyakinkan, proteksi
kebijakan-kebijakan presiden tidak bermaksud menghalangi peradilan untuk
bekerja. Deklarasi Konstitusi itu dikeluarkan adalah untuk antisipasi
hal-hal yang membahayakan negara. Masa berlaku Deklarasi Konstitusi akan
berakhir setelah referendum konstitusi baru.
Terkait pasal enam Deklarasi Konstitusi
yang menjadi kontroversi, berisi “Presiden berwenang mengambil tindakan
apapun yang dirasa cocok untuk melestarikan dan melindungi revolusi,
persatuan nasional atau keamanan nasional,” tidak dibutuhkan lagi jika
kondisi negara stabil.
Mursi menegaskan, tidak akan bersikukuh
mempertahankan pasal enam deklarasi konstitusi yang dikeluarkan
baru-baru ini. "Tujuan adanya pasal enam hanya untuk melindungi nasib
bangsa," kata Mursi.
Mursi juga mengundang semua parpol,
pemuda, para petinggi dan pakar hukum untuk hadil dalam dialog yang akan
dilaksanakan Sabtu (08/12) ini untuk mencari jalan keluar bagi
krisis yang sedang terjadi.
Menutup pidatonya, Mursi menyatakan,
referendum konstitusi baru akan terlaksana sesuai yang dijadwalkan, 15
Desember 2012. "Saya tidak akan menggunakan otoritas tunggal dalam
menetapkan urusan publik, keputusan akhir ada di tangan rakya serta
lembaga kehakiman harus menggunakan segala wewenangnya untuk melindungi
institusi negara." kata Mursi.
Sebelumnya, Sabtu lalu (01/12), Mursi
menyampaikan pidato di depan jutaan massa pendukungnya tepat di depan
Istana Ittihadiyah. (T/R-022/R-006)