Keluarga Da'wah yang Mengguncang Dunia


Sehari sebelum anak saya syahid di Istana Ittihadiyah, ia berbicara kapadaku: "Wahai ibu, do'akan saya agar meninggal dalam keadaan syahid"
***
Pekan kemarin, kroni Mubarak dan preman bayaran menyerbu dan berusaha menduduki Istana Ettihadiyah. Mereka akan membakar istana dan membunuh Morsi. Namun, kesigapan dan pengorbanan kader-kader Ikhwan akhirnya berhasil menggagalkan upaya kudeta terhadap Presiden Muhammad Morsi, yaitu ketika peristiwa di istana presiden pada hari Rabu malam (5/12/2012). Namun dalam peristiwa itu Ikhwan harus kehilangan 6 anggotanya dan lebih 1500 yang terluka. Mereka gugur untuk menghancurkan skenario musuh.
Muhammad Mamduh ElHusaini adalah salah seorang kader Ikhwan yang gugur sebagai syuhada dalam pergolakan di Istana Presiden Ittihadiyah tersebut. Beliau kader muda Ikhwan umur 33 tahun. Putra dari salah seorang qiyadah Ikhwan ini sedang menunggu anak pertamanya yang akan lahir 2 bulan lagi. Tapi, Allah lebih dahulu mengabulkan keinginan terbesarnya 'al mautu fii sabilillah asma amanina'...
Saat berada di depan pemakaman Al-Ghafir, ibunda dari Muhammad Mamduh ini terlihat teguh dan ridha dengan ketentuan Allah SWT terhadap anaknya, lalu ia berkata :

"Sehari sebelum anak saya syahid di Istana Ittihadiyah, ia berbicara kapadaku: "Wahai ibu, do'akan saya agar meninggal dalam keadaan syahid". Dan begitulah, ia telah mendapatkannya, ia sudah membela kebenaran. Ia termasuk anak-anak kami yang terlahir di Madinah Munawwarah, dan ia adalah anak kami yang paling banyak berbuat baik kepadaku dan ayahnya."
Sang isteri menimpali : "Semenjak kami menikah setahun yang lalu, tak pernah sekalipun ia berkata buruk kepadaku, aku sangat ridha terhadapnya. Tidak apa-apa ribuan syahid jatuh asalkan negara bersih."
"Anak saya telah membela kebenaran," tegas ibunda Asy-Syahid Muhammad Mamduh ElHusaini.
Ia melanjutkan:
"Saya mengatakan kepada kalian semua, wahai para ibu, didiklah anak-anakmu agar membela kebenaran, bawalah mereka pada jalan surga, anak-anak kita adalah amanah, maka tugas kita adalah menjelaskan kebenaran kepada mereka."
"Do'aku untuk DR. Mursi, ya Allah kuatkanlah punggungnya, berikanlah ia tambahan kekuatan dari sisi MU, ya Allah singkirkanlah darinya kedengkian para pendengkinya, kezaliman orang-orang yang zalim kepadanya dan pengkhianatan para pengkhianatnya. Ya Allah, jadikan kebaikan negara dan umat di tangannya."

Kemudian ia berbicara yang ditujukan kepada masyarakat Mesir:

"Jika kita mencintai demokrasi, maka berdirilah di belakang Pemimipin syar'i dan demokrasi."

Begitu luar biasa para wanita ini, Isteri dan ibunda Asy-Syahid Muhammad Mamduh.

Lantas, bagaimana dengan sang ayah?

Saat pemakaman anaknya, di depan pemakaman Al-Ghafir sang ayah berkata: 

"Demi siapa mereka membunuh anakku? aku berharap agar mereka mendapat hidayah..."

"Hasbunallahu wa ni'mal wakiil. Mereka adalah orang-orang yang tidak henti-hentinya berusaha memerangi syari'at Allah, padahal Allah telah mengancam mereka dengan kerugian di dunia maupun di akhirat jika mereka tidak menghentikan perbuatannya, lalu beralih untuk berbuat demi kemaslahatan negara, ikut bergabung dan bangkit bersama-sama untuk meninggikan urusannya."

"Kita harus menyatukan barisan, jangan saling bunuh, bergeraklah untuk membela kebenaran, menolong agama Allah dan membantu umat yang sedang bangkt menuju kemuliaan."
"Adapun orang-orang yang telah membunuh anak saya, maka saya berharap mereka mendapat hidayah, hendaknya mereka sadar, sejatinya mereka bukan memerangi Ikhwanul Muslimin, tapi mereka memerangi Allah dan Rasul-NYA. Ikhwanul Muslimin tidak menginginkan kecuali kebaikan untuk negeri ini, maka untuk apa kalian membunuh kami?"
"Kami tidak mendengki dan membenci siapapun. Saya bersedia untuk memaafkan siapa saja yang telah membunuh anak saya dengan syarat ia mau bertobat dan kembali kepada Allah."
"Saya telah berkorban dengan Muhammad Mamduh, dan saya juga siap berkorban dengan jiwa saya, dan semua anak-anak saya, demi kebangkitan umat ini."

***

*Dari wawancara di TV Misr 25 yang diterjemahkan ustadz Fairuz Ahmad
Share this with short URL: