Kelahiran dekrit 21 November
2012 oleh presiden Mursi kuat didasari desas-desus rencana kudeta yang
telah dirancang matang di salah satu kantor partai politik. Bekerjasama
dengan Mahkamah Konstitusi, pada tanggal 2 Desember 2012 oposisi akan
membubarkan Dewan Konstituante dan Majelis Syura serta menghidupkan
kembali SCAF dengan menggugurkan dekrit presiden bertanggal 12 Agustus
2012. Pembubaran Dewan Konstituante menuntut presiden membentuk Dewan
Konstituante baru yang akan dituai protes oposisi sebab presiden
dipandang tidak netral dalam memilih anggota Dewan Konstituante.
Akibatnya, presiden dan Dewan Konstituante baru lebih mudah
dilengserkan.
Di satu sisi, dekrit yang dikeluarkan Mursi menjadi tameng dari
serangan-serangan penjegalan demokrasi sedang di sisi lainnya mengundang
kegelisahan oposisi baik dari kalangan sekuleris maupun kroni Mubarak
Pertama, dekrit memerintahkan pencopotan Jaksa Agung yang memiliki peranan sentral dalam kudeta. Saat dekrit dikeluarkan, Jaksa Agung tengah memeriksa tuduhan kecurangan pemilu presiden yang dimenangkan Mursi meskipun berkali-kali KPU menyatakan bersih 100%. Pada saat yang sama, Jaksa Agung mengabaikan laporan korupsi Ahmad Syafik di Kementerian Penerbangan dan penjualan tanah.
Kedua, dekrit memerintahkan pengadilan ulang kroni-kroni Mubarak yang terlibat pembunuhan demonstran 25 Januari dengan bukti-bukti baru –meskipun telah dinyatakan bebas oleh pengadilan sebelumnya.
Ketiga, dekrit menghalangi Dewan Konstituante dan Majelis Syura dari usaha pembubaran
Undang-undang rancangan Dewan Konstituante merugikan dan menghancurkan khayalan-khayalan indah kroni Mubarak. Pasal 232 yang berisikan pengasingan politik membuat petinggi-petinggi National Democratic Party –underbow Mubarak- terlempar dari arena politik selama sepuluh tahun. Padahal maksud dari pembubaran parlemen oleh Mahkamah Konstitusi atas dasar inskonstitusional beberapa hari menjelang pemilu presiden putaran kedua adalah agar kroni-kroni Mubarak kembali menjadi mayoritas di parlemen menggantikan posisi kubu islamis seiring dengan punahnya harapan publik pada revolusi.
Oposisi sekuler yang digawangi para capres tersingkir Amr Musa dan Hamdain Sabbahi serta Baradei menghendaki digelarnya kembali pemilu presiden pasca referendum. Namun pasal 133 menyatakan presiden dipilih untuk masa 4 tahun dan melepaskan semua jabatan kepartaian.
Keterkejutan oposisi dengan munculnya dekrit secara tiba-tiba yang menggagalkan usaha kudeta putih membuat mereka berpaling kepada jalan lain : menyebarkan undang-undang palsu, membakar kantor-kantor lawan politik, mengepung istana hingga penyerangan fisik yang berakibat hilangnya nyawa. Wakil presiden Mahmud Makky dalam satu konferensi pers mengabarkan : “Kita mencium adanya usaha yang dimaksudkan untuk kudeta. Biarlah presiden menerangkan secara detail di waktu yang tepat.” Sedangkan dubes Amerika untuk Mesir dalam satu rapat tertutup dengan Baradei cs di satu kantor partai plitik menyesalkan, “Yang kalian mampu tidak lebih dari mengerahkan puluhan ribu massa.”
Inilah benang merah kegaduhan di Mesir. [kaisalelrima]
Pertama, dekrit memerintahkan pencopotan Jaksa Agung yang memiliki peranan sentral dalam kudeta. Saat dekrit dikeluarkan, Jaksa Agung tengah memeriksa tuduhan kecurangan pemilu presiden yang dimenangkan Mursi meskipun berkali-kali KPU menyatakan bersih 100%. Pada saat yang sama, Jaksa Agung mengabaikan laporan korupsi Ahmad Syafik di Kementerian Penerbangan dan penjualan tanah.
Kedua, dekrit memerintahkan pengadilan ulang kroni-kroni Mubarak yang terlibat pembunuhan demonstran 25 Januari dengan bukti-bukti baru –meskipun telah dinyatakan bebas oleh pengadilan sebelumnya.
Ketiga, dekrit menghalangi Dewan Konstituante dan Majelis Syura dari usaha pembubaran
Undang-undang rancangan Dewan Konstituante merugikan dan menghancurkan khayalan-khayalan indah kroni Mubarak. Pasal 232 yang berisikan pengasingan politik membuat petinggi-petinggi National Democratic Party –underbow Mubarak- terlempar dari arena politik selama sepuluh tahun. Padahal maksud dari pembubaran parlemen oleh Mahkamah Konstitusi atas dasar inskonstitusional beberapa hari menjelang pemilu presiden putaran kedua adalah agar kroni-kroni Mubarak kembali menjadi mayoritas di parlemen menggantikan posisi kubu islamis seiring dengan punahnya harapan publik pada revolusi.
Oposisi sekuler yang digawangi para capres tersingkir Amr Musa dan Hamdain Sabbahi serta Baradei menghendaki digelarnya kembali pemilu presiden pasca referendum. Namun pasal 133 menyatakan presiden dipilih untuk masa 4 tahun dan melepaskan semua jabatan kepartaian.
Keterkejutan oposisi dengan munculnya dekrit secara tiba-tiba yang menggagalkan usaha kudeta putih membuat mereka berpaling kepada jalan lain : menyebarkan undang-undang palsu, membakar kantor-kantor lawan politik, mengepung istana hingga penyerangan fisik yang berakibat hilangnya nyawa. Wakil presiden Mahmud Makky dalam satu konferensi pers mengabarkan : “Kita mencium adanya usaha yang dimaksudkan untuk kudeta. Biarlah presiden menerangkan secara detail di waktu yang tepat.” Sedangkan dubes Amerika untuk Mesir dalam satu rapat tertutup dengan Baradei cs di satu kantor partai plitik menyesalkan, “Yang kalian mampu tidak lebih dari mengerahkan puluhan ribu massa.”
Inilah benang merah kegaduhan di Mesir. [kaisalelrima]