Oleh H Obsatar Sinaga
Di permukaan, orang hanya mendengar bahwa krisis horizontal di Mesir diawali dengan revolusi politik di negeri itu sejak 25 Januari 2011. Kondisi semakin memburuk dengan dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 23 November 2012. Sejak itu presiden dianggap menjalankan pemerintahan tidak demokratis.
Keputusan mengeluarkan dekrit, di belahan dunia manapun cenderung
dinilai tidak demokratis karena dekrit memberikan kewenangan tanpa batas
kepada penguasa. Karena itu, massa oposisi yang menentang diturunkannya
dekrit turun ke jalan menggunakan alun-alun Tahrir di Pusat Kota Kairo.
Sementara itu, Presiden Mesir Muhammad Mursi terjepit dan menggalang
kekuataan massa untuk menentang kekuatan oposisi yang terus demonstrasi
menentang dekrit presiden 22 November lalu. Ratusan ribu pendukung Mursi
dari Ikhwanul Muslimin dan Salafy turun ke jalan di Universitas Kairo.
Kondisi ini mencirikan adanya potensi terjadinya krisis horizontal di
Mesir.
Lantas, apakah memang pemicu utama dari konflik horinzontal di Mesir
adalah dekrit semata? Apakah pertikaian antara penguasa baru Mesir
dengan oposisi tidak melibatkan negara besar (greatpower) dalam
perluasan pengaruh di pemerintahan hasil revolusi Mesir?
Presiden Mesir Muhammad Mursi mengeluarkan dekrit yang berisikan
tentang : (1) Mahkamah Konstitusi tidak berhak membubarkan dewan
konstituante, (2) Lembaga peradilan tertinggi tidak berhak meninjau
semua keputusan sejak Mursi menjabat sebagai presiden sampai konstitusi
baru disahkan, (3) semua keputusan Mursi sebagai presiden bersifat final
dan tidak dapat diganggu gugat. Substansi dekrit presiden ini
mengandung makna pemberian kekuasaan begitu kuat kepada Mursi. Akhirnya,
inilah yang menimbulkan kontroversi dan memancing kemarahan pihak
oposisi untuk menggerakan massa menentang kekuasaan Mursi.
Memang apabila dikaji dari sisi substansi, cukup beralasan pihak
oposisi melancarkan serangan kepada pemerintah berkuasa. Tendensi
kekuasaan yang dihasilkan oleh dekrit tersebut menunjukkan bahwa Mursi
menjadi penguasa yang kekuasaannya tidak dapat digoyahkan oleh kekuatan
apapun. Akan tetapi justru dekrit tersebut muncul sebagai akibat dari
pertikaian politik yang melanda negeri itu sejak Mursi berkuasa.
Pemerintahan hasil revolusi Mursi tidak dapat bekerja maksimal karena
adanya gerakan yang tidak memberikan kepercayaan penuh kepada Mursi
untuk memimpin Mesir.
Karena itu muncul tuduhan dari pihak oposisi terhadap pemerintahan
Mursi sebagai ancaman terhadap demokrasi di Mesir. Inti Persoalannya
adalah, pertama, pemerintahan Mursi lebih mengarah kepada sistem
teokrasi karena merupakan pemerintahan dukungan ikhwanul muslimin dan
Salafi sebagai kekuatan fundamentalis Islam. Kekuatan ini dianggap akan
membawa arah pemerintahan Mesir ke sistem garis keras yang lebih tidak
demokratis. Selain itu, kedua, kekuasaan pemerintahan Mursi merupakan
bahaya laten bagi pemerintahan di negara-negara lainnya sebagai good
neighbour. Karena, jika pemerintahan dengan dasar teokrasi ini berhasil,
tidak menutup kemungkinan akan merembet ke negara-negara tetangganya.
Dengan demikian, oposisi memiliki kepentingan yang sangat kuat untuk
memberikan bargaining politik kepada kubu Mursi agar rezim kerasnya
tidak mengarah ke teokrasi.
Dapat dipahami bahwa sistem internasional tidak memberikan pola seperti
pada masa sebelum dan sesudah Perang Dunia II. Saat ini sistem
internasional berada dalam peta kekuatan yang tidak berpusat pada satu
negara seperti Amerika Serikat atau Rusia. Sistem internasional
membentuk kekuatan yang terbagi secara merata dari beberapa negara yang
memiliki kekuatan ekonomi dan politik. Kekuatan itu disebut greatpower
sebagai pengganti super power yang mengatur tata internasional. Kekuatan
mekanisme terletak pada kemampuan untuk mengatur mekanisme kerja antar
negara.
Sistem dengan peran greatpower ini memberikan tekanan pada kemenangan
iklim demokrasi dalam kancah pertarungan dengan sistem komunisme Eropa
Timur. Akan tetapi, sistem komunisme meskipun mengalami kegagalan di
Eropa masih membuktikan sifat survive di Cina. Setidaknya, negeri rumpun
bambu itu mampu menyesuaikan dengan perubahan tata dunia dengan
menampilkan pola ekonomi pasar sosialis yang saat ini menjadi trend
menjanjikan pada tata dunia baru. Ini lantas disebut sebagai
neoliberalisme.
Selain itu, kondisi greatpwer memberikan kemungkinan bagi peran dari
negara-negara besar itu untuk melakukan kerja internasional mereka
secara bersama da-lam menjaga kembali sistem otokrasi totaliter yang
biasa-nya dikembangkan dalam pemikiran teokrasi. Artinya, negara-negara
besar memandang bahwa bahaya laten yang dianggap menjadi ancaman bagi
neo liberalisme adalah kekuatan teokrasi yang berasal dari kaum
fundamentalis Islam.
Persepsi ancaman ini berlaku pula pada pemerintahan Mursi di Mesir yang
dinilai merupakan ancaman baru yang dimulai dari pusaran kekuatan studi
tentang Islam. Mesir selama ini dikenal sebagai pusat perkembangan
budaya Islam yang ditandai dengan adanya Al-Azhar University sebagai
stimulator perkembangan studi Islam. Akan tetapi, saat ini Kairo sudah
tidak menyimpan kekuatan itu lagi dengan terjadinya revolusi di Mesir.
Apabila dipahami secara lebih mendasar, peran greatpower untuk
memporakporandakan kekuatan Islam di Mesir masih belum selesai. Skenario
awal memang dimulai dengan menggulingkan regim Hosni mubarak. Kejatuhan
Hosni Mubarak menjadi awal dari setting yang diatur untuk menghancurkan
negeri yang menjadi pusat perkembangan peradaban Islam di dunia.
Skenario besar itu berlanjut membenturkan kekuatan Mursi dengan
dukung-an ikhwanul muslimin yang dianggap menjadi ancaman baru bagi
negeri tetangganya, dengan kelompok kaum oposisi yang didukung
greatpower. (sumber: suarakaryaonline)
Di permukaan, orang hanya mendengar bahwa krisis horizontal di Mesir diawali dengan revolusi politik di negeri itu sejak 25 Januari 2011. Kondisi semakin memburuk dengan dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 23 November 2012. Sejak itu presiden dianggap menjalankan pemerintahan tidak demokratis.
Penulis adalah sekretaris program studi Ilmu Hubungan Internasional
Pasca Sarjana FISIP Universitas Padjadjaran, Bandung.
Pasca Sarjana FISIP Universitas Padjadjaran, Bandung.