Gerakan menegakkan 'hak asasi manusia' kadang diplintir oleh banyak orang untuk menenggelamkan kebenaran dan meninggikan kebatilan. Maka hal ini seperti apa yang dikatakan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib 'qaulul haq yufidu bihil batil' (perkataan yang benar yang dimaksudkan untuk kebatilan). Orang menasehati dalam kebaikan, namun akan dikonotasikan sebagai sebuah kejahatan, dan mengajak kejahatan akan dikonotasikan sebagai sebuah kebebasan yang perlu dihormati. Penegakan hukum akan dikonotasikan sebagai sebuah ancaman berekspresi, sedangkan perusakan hukum akan dikonotasikan sebagai sebuah kebebasan berekspresi.
Oleh karena itu, jika kita tidak mengetahui dengan betul kejadihan suatu masalah atau berfikir kritis, maka tidak menutup kemungkinan kita akan mendukung 'ajakan' semu tersebut sebagai sebuah kebenaran. Berikut penulis berikan contoh bagaimana cara penyajian penegakan atas nama hak asasi manusia yang menurut penulis 'sangat lebay' sebagaimana diulas dalam situs pikiran rakyat online Kamis, 5 Juli 2012 berikut (lihat di sini):
Sejak Mursi Jadi Presiden, Banyak Laporan Soal Kekerasan
KAIRO, (PRLM).-Direktur Pusat Hak-Hak Perempuan Mesir, Nehad Abul-Omsan mengatakan sejak Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin menjadi Presiden, pihaknya menerima banyak laporan soal kekerasan yang dilakukan kelompok garis keras Ikhwanul Muslimin dan kelompok Salafiyah.
Salah satu kasus yang mencuat belakangan ini, kata Nehad, adalah kasus bullying (kekerasan verbal) yang dilakukan wanita berpakaian burqa dari kelompok garis keras terhadap perempuan yang tidak berkerudung dan juga yang berkerudung tetapi kerudung mereka berwarna-warni.
Selain itu, kelompok perempuan ber-burqa dan ber-niqab juga melakukan kekerasan verbal terhadap perempuan berjilbab tetapi pakaian mereka tidak longgar dan satu warna seperti yang biasa dipakai kaum wanita dari kelompok Islam garis keras.
Nehad menjelaskan, kelompok perempuan radikal tersebut sering kali menghina kaum perempuan tidak berkerudung atau berkerudung "modis" dengan kata-kata kasar.
Di samping itu, kata Nehad, acara-acara di radio yang biasanya menayangkan lagu-lagu populer, kini diganti menjadi pembacaaan ayat-ayat Al Quran.
Menurut Nehad, dirinya yakin, kelompok Ikhwanul Muslimin berada di balik meningkatnya jumlah kekerasan yang menargetkan warga liberal dan moderat.
"Saya yakin, ini ada kaitannya dengan kelompok Ikhwanul Muslimin dan kelompok garis keras lainnya," ujar Nehad seperti dikutip Yahoo News, Kamis (5/7).
Dia juga menambahkan pihaknya tidak akan berhenti berjuang memrotes aksi represif kelompok garis keras tersebut. Menurut dia, tidak boleh seorang pun berhak mengatur cara orang berpakaian, apalagi itu dilakukan dengan cara kekerasan. (A-133/A-89)**
Penulis katakan lebay, karena orang mengajak untuk berkerudung sebagai sebuah pemaksaan dan pembacaan ayat-ayat al-Qur'an di siaran radio sebagai sebuah aksi represif. Intinya siapa saja yang mengajak kepada ajaran Islam, maka itu adalah ajakan GARIS KERAS dan ajakan kepada rok mini, tak berjilbab, lagu-lagu populer sebagai ajakan MODERAT dan penegakan hak asasi manusia. Emang pengertian moderat seperti apa to..? Emang hak asasi manusia itu milik lagu-lagu populer, rok mini, tak berjilbab saja. Sedangkan bagi yang mengajak berjilbab, nasyid, mendengarkan ayat-ayat al-Qur'an tidak memiliki hak asasi, gitukah...?
So pinjam istilah bang Ebit tanya aja yuk, pada rumput yang bergoyang...!!
KAIRO, (PRLM).-Direktur Pusat Hak-Hak Perempuan Mesir, Nehad Abul-Omsan mengatakan sejak Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin menjadi Presiden, pihaknya menerima banyak laporan soal kekerasan yang dilakukan kelompok garis keras Ikhwanul Muslimin dan kelompok Salafiyah.
Salah satu kasus yang mencuat belakangan ini, kata Nehad, adalah kasus bullying (kekerasan verbal) yang dilakukan wanita berpakaian burqa dari kelompok garis keras terhadap perempuan yang tidak berkerudung dan juga yang berkerudung tetapi kerudung mereka berwarna-warni.
Selain itu, kelompok perempuan ber-burqa dan ber-niqab juga melakukan kekerasan verbal terhadap perempuan berjilbab tetapi pakaian mereka tidak longgar dan satu warna seperti yang biasa dipakai kaum wanita dari kelompok Islam garis keras.
Nehad menjelaskan, kelompok perempuan radikal tersebut sering kali menghina kaum perempuan tidak berkerudung atau berkerudung "modis" dengan kata-kata kasar.
Di samping itu, kata Nehad, acara-acara di radio yang biasanya menayangkan lagu-lagu populer, kini diganti menjadi pembacaaan ayat-ayat Al Quran.
Menurut Nehad, dirinya yakin, kelompok Ikhwanul Muslimin berada di balik meningkatnya jumlah kekerasan yang menargetkan warga liberal dan moderat.
"Saya yakin, ini ada kaitannya dengan kelompok Ikhwanul Muslimin dan kelompok garis keras lainnya," ujar Nehad seperti dikutip Yahoo News, Kamis (5/7).
Dia juga menambahkan pihaknya tidak akan berhenti berjuang memrotes aksi represif kelompok garis keras tersebut. Menurut dia, tidak boleh seorang pun berhak mengatur cara orang berpakaian, apalagi itu dilakukan dengan cara kekerasan. (A-133/A-89)**
Penulis katakan lebay, karena orang mengajak untuk berkerudung sebagai sebuah pemaksaan dan pembacaan ayat-ayat al-Qur'an di siaran radio sebagai sebuah aksi represif. Intinya siapa saja yang mengajak kepada ajaran Islam, maka itu adalah ajakan GARIS KERAS dan ajakan kepada rok mini, tak berjilbab, lagu-lagu populer sebagai ajakan MODERAT dan penegakan hak asasi manusia. Emang pengertian moderat seperti apa to..? Emang hak asasi manusia itu milik lagu-lagu populer, rok mini, tak berjilbab saja. Sedangkan bagi yang mengajak berjilbab, nasyid, mendengarkan ayat-ayat al-Qur'an tidak memiliki hak asasi, gitukah...?
So pinjam istilah bang Ebit tanya aja yuk, pada rumput yang bergoyang...!!