Pelajaran Demokrasi dari Indonesia dan Mesir

DPR kembali meraih gelar sebagai lembaga terkorup. Survei terbaru Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) menyebut lembaga wakil rakyat ini menjadi lembaga terkorup di Indonesia. Survey sebelumnya juga memberikan gelar yang sama. Survey ini sebenarnya sekedar mengokohkan kenyataan yang ada selama ini .

Inilah pelajaran yang berulang dari sistem demokrasi. Korupsi ini merupakan penyakit bawaan sistem bobrok ini. Pangkalnya, sistem demokrasi memberikan posisi hawa nafsu manusia sebagai sumber hukum. Kepentingan manusia pun bermain. Sementara dalam sistem kapitalisme yang mendewakan materi, uang menjadi panglima. Sila pertama dan utama dalam kapitalisme adalah uang yang maha kuasa. Tidak mengherankan kalau kepentingan pemilik modal yang menjadi tuhan-tuhan mereka.
Sistem demokrasi mahal juga membuat modal politik demokrasi sangat tinggi. Modal politik dari dirinya atau pemilik modal yang mendukungnya tentu harus dikembalikan sesegera mungkin. Jalan pintasnya adalah korupsi, manipulasi, suap menyuap, dan kolusi. Jadilah DPR tempat mencari makan para anggotanya. Pertanyaannya, dengan gelar terkorup ini, masih kita berharap sistem jahiliyan ini akan melahirkan kebijakan yang mensejahterakan rakyat ?
Inilah yang ditanyakan secara retoris oleh Allah SWT kepada kita di dalam Al Qur’an surah al Maidah : 50 :” apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”
Sayyid Quttub dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran menjelaskan : Makna jahiliyah telah ditentukan batasannya oleh nash ini. Jahiliyah – sebagaimana diterangkan Allah dan didefinisikan oleh Quran-Nya – adalah hukum buatan manusia. Karena, ini berarti ubudiyah (pengabdian) manusia terhadap manusia, keluar dari ubudiyah kepada Allah, dan menolak uluhiyyah Allah. Kebalikan dari penolakan ini adalah mengakui uluhiyyah sebagian manusia dan hak ubudiyah bagi mereka selain Allah.
Pelajaran kedua demokrasi dari negeri Arab Spring , Mesir. Setelah diperkirakan akan meraih kemenangan Mursi sebagai presiden baru Mesir (kecuali ada kecurangan yang luar biasa) , harapan besar rakyat Mesir ada di pundaknya. Apakah bisa membawa perubahan yang berarti bagi rakyat Mesir atau tidak. Namun, sekedar pergantian rezim tanpa perubahan sistem yang mendasar harapan ini akan gagal. Indonesia, Tunisia, dan Turki, merupakan model nyata kegagalan itu.
Pilihan untuk perubahan yang sejati hanya satu, kembali ke Islam, menerapkan syariah Islam dan menjadikan Mesir sebagai pusat negara Khilafah. Kemenangan sejati Islam, bukanlah sekedar menghantarkan tokoh-tokoh Islam ke panggung kekuasaan, namun apakah kekuasaan yang diperoleh untuk menerapkan syariah Islam atau tidak.
Militer sendiri sudah pasang kuda-kuda menghadapi kemenangan al Ikhwan. Setelah sebelumnya membubarkan parlemen hasil pemilu demokratis , Ahad (17/6) militer Mesir menerbitkan konstitusi sementara yang memungkinkan militer berbagi kekuasaan dengan presiden baru nanti. Rezim militer setelah membubarkan parlemen dan memberlakukan hukum militer, menjadi pembuat undang-undang dan berkuasa atas anggaran negara.
Militer yang berkuasa di Mesir juga mendeklarasikan kekuasaan penuh.Dokumen yang dikeluarkan oleh Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir (Scaf) menyatakan bahwa pemilihan umum (parlemen) baru tidak dapat dilaksanakan sampai suatu Undang-Undang permanen disusun.
Berbagai monuver yang dilakukan militer mulai dari pembubaran parlemen menunjukkan militer Mesir masih digunakan oleh Barat. Militer digunakan untuk mencegah demokrasi digunakan oleh kelompok Islam seperti al Ikhwanul Muslimun dan Salafi untuk kepentingan Islam dan umat Islam. Cita-cita penting menegakkan khilafah dan syariah Islam. Sesuatu yang sangat menakutkan Barat dan antek-antek sekulernya.
Muhammad Mursi juga dalam kondisi tidak mudah. Sebagai presiden baru , Mursi akan mengalami tekanan hebat dari kekuatan militer yang masih tunduk kepada asing. Berkompromi dengan militer mungkin jalan yang aman, namun hal itu berarti akan mendistorsi idealisme al Ikhwan.
Selama kiblat militer Mesir belum berubah, kemenangan Nursi menjadi kemenangan semu, karena tetap dibawah bayang-bayang dan kontrol kekuasaan militer. Mereka akan memposisikan diri sebagai penjaga sekulerisme Mesir. Militer Mesir akan siap melakukan apapun termasuk kudeta, kalau kepentingan sekulerisme terancam terutama dengan penegakan Khilafah dan syariah Islam. Mirip dengan apa yang terjadi di Turki Sekarang.
Demokrasi meskipun mengklaim mendewakan suara mayoritas, pada praktiknya pada titik tertentu melanggar prinsip mereka sendiri. Demokrasi memiliki batas toleransi dan imunitas untuk mempertahankan sistem sekulernya. Seperti yang terjadi di Aljazair ketika FIS menang secara demokratis, negara-negara Barat melalui kaki tangannya di Militer Aljazair membatalkan kemenangan FIS. Dengan alasan yang sama, khawatir digunakan untuk kepentingan Islam. HAMAS di Palestina juga mengalami nasib yang sama. Menghadapi tekanan yang hebat meskipun secara demokratis menang.
Semua ini membuktikan bahwa demokrasi hanya digunakan sejauh tidak mengancam kepentingan Barat. Bagi Barat dan sekutu jahatnya, tidak akan peduli melanggar demokrasi demi kepentingan nasional jahat mereka, kepentingan penjajahan kapitalisme yang terancam ! Pertanyaan yang juga perlu kita renungkan masihkan kita percaya pada jalan demokrasi untuk membawa perubahan ke arah Islam ?Farid Wadjdi (globalmuslim.web.id)

Share this with short URL: