Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb.,
Ustadz, saya mau tanya. Saya kalau shalat subuh sendiri
tidak pernah pakai qunut. Tetapi kalau di mesjid, seringkali imamnya
memakai qunut. Apakah saya harus mengikuti imam memakai qunut atau tidak
karena saya pernah baca hadits bahwa imam shalat harus diikuti oleh
ma’mum. Terima kasih ustadz
Wassalamu’alaikum wr. wb.,
Waskito
Jawaban:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Saudara Waskito dan netters eramuslim yang selalu setia
mengunjungi eramuslim, semoga Allah ta’ala senantiasa mencurahkan
rahmat-Nya kepada kita semua.
Masalah doa qunut subuh sejak lama telah menjadi perbedaan
padangan para ulama rahimahumullah. Diantara mereka ada yang
mengatakannya bid’ah, tidak disyari’atkan, ini adalah pendapat madzhab
Imam Abu Hanifah dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumallah.
Selain itu ada juga yang mengatakannya sunnah mu’akkadah, ini adalah
pendapat madzhab Imam Malik dan madzhab Imam Syafi’i.
Bila kita bahas
secara penjang lebar dan terus menerus tentu tidak akan selesai, artinya
kita tidak bisa mengatakan ini yang benar dan yang lainnya salah,
karena para ulama kita memiliki dalil atau argumentasi cukup kuat
menurut mereka yang menjadi pijakan mereka dalam berijtihad.
Kalau kami boleh memberi saran mengenai yang saudara
Waskita alami, dan saudara Waskito adalah seorang yang tidak menggunakan
qunut saat shalat subuh namun posisi saat itu adalah sebagai makmun
dalam shalat berjamaah, maka sebaiknya ikut mengangkat tangan dan
mengaminkan doa Imam tersebut. Kecuali kalau sang Imam telah melakukan
kesalahan dalam gerak atau pun rukun shalat, hendaknya di mengingatkan
imam tersebut dengan ucapan subhanallah.
Bijak dan menjaga ukhuwah
Sangat dewasa dan bijak sekali yang pernah dilakukan oleh
orang-orang yang berilmu di masa lalu, ketika suatu hari salah seorang
diantara mereka shalat dan bermakmukan Imam yang tidak qunut dia pun
ikut berqunut. Demikian pula sebaliknya saat salah seorang diantara
mereka shalat dan bermakmumkan imam yang berqunut dia pun ikut berqunut.
Hal ini Karena mereka tidak ingin berta’ashshub (fanatik) pada satu
pendapat tertentu. Tidak saling menyalahkan dan menjaga ukhuwah serta
persatuan lebih mereka utamakan dibanding dengan mempertahankan suatu
yang masih dalam perbedaan pandangan ulama, yang tentunya mereka juga
tidak sembarang dalam mengambil dalil yang mereka jadikan argumentasi
dalam berijtihad.
Suatu hari Imam Syafi’i rahimahullah pernah shalat subuh
tidak jauh dari makam Imam Abu Hanifah rahimahullah, namun beliau tidak
berqunut, padahal beliau berpendapat bahwa qunut subuh hukumnya sunnah
mu’akkadah. Saat ditanya kenapa beliau tidak membaca qunut, beliau
menjawab: “Apakah aku menyalahinya (berbeda pendapat) sedang aku berada
di hadapannya (di dekat makamnya)?”.
Demikian pula dengan Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab
Al-Hanabilah atau lebih akrab di lisan madzhab Hanbali, mengatakan bahwa
seseorang yang bermakmum di belakang imam yang qunut hendaknya dia
mengikuti imam tersebut dan mengaminkan doanya, padahal Imam Ahmad bin
Hanbal rahimahullah, dalam riwayat yang cukup masyhur berpendapat bahwa
doa qunut subuh tidak disyariatkan, akan tetapi beliau memberikan
dispensasi untuk mengikuti imam yang qunut pada shalat subuh tersebut
untuk menghindari perbedaan pendapat yang akan berimbat pada perbedaan
hati kaum muslimin.
Saudara Waskito dan netters eramuslim yang kami cintai,
demikian yang bisa kami sampaikan semoga dapat meberikan pencerahan
untuk kita semua, amin. Wallahu a’lam bishshawab.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Taufik Hamim Effendi, Lc. MA (http://taufik-hamim.com/new)
Bila ingin bertanya silahkan kirimkan email ke ustadztaufik@gmail.com
(sumber: eramuslim.com)