“Imam Bukhari aja mengambil riwayat dari perawi syi’ah koq.”
Pernyataan ini seakan memberikan penilaian bahwa imam
Bukhari melegitimasi keyakinan Syi'ah. Padahal jika itu ditelusuri, justru
tidaklah demikian.
Untuk mengetahui atau mengurai pernyataan di atas, kita
perlu memperjelas terlebih dahulu dengan dua pertanyaan berikut:
1. Siapakah perawi Syi’ah yang dimaksud?
2. Keyakinan apakah yang menjadikan seseorang
disebut syi’ah?
Jika 2 pertanyaan di atas dapat dijawab, pasti kita akan
bisa mengetahui mengapa imam Bukhari mengambil riwayat tersebut dari perawi
tersebut.
Jika semisal Ali bin Abi Thalib yang diakui sebagai imam Syi’ah yang pertama, apa imam Bukhari harus menolak riwayat beliau? Tentu tidak bukan. Karena kita tahu kealiman dan keadilan serta kedekatan sosok Ali bin Abi Thalib dengan Rasulullah saw.. Sehingga itu bukanlah standar bahwa Ali bin Abi Thalib adalah syi'ah.
Jika semisal orang disebut syi’ah karena mencintai ahlul
bait, tentu imam Bukhari tetap mengambil riwayatnya donk. Standar ini pun
demikian. Seseorang tidak serta merta dianggap syi'ah hanya karena mencintai
ahlul bait. Hal itu, karena semua umat Islam yang mukhlisin pasti mencintai
ahlul bait.
Namun berbeda jika orang disebut syi’ah karena suka mencela
atau tidak berlaku sopan terhadap sahabat-sahabat mulia Rasulullah, semisal Abu
Bakar, Umar, Usman, dll, tentu imam Bukhari meninggalkan riwayatnya. Standar
inilah mungkin bisa mewakili dari syi'ah itu sendiri.
Maka sungguh benar, apa yang dikatakan imam Bukhari berikut
dalam kitab khalqu af'al al-Ibad:
مَا أُبَالِي صَلَّيْتُ خَلْفَ الْجَهْمِيِّ والرَّافِضِيِّ أَمْ صَلَّيْتُ خَلْفَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، وَلَا يُسَلَّمُ عَلَيْهِمْ، وَلَا يُعَادُونَ، وَلَا يُنَاكَحُونَ، وَلَا يَشْهَدُونَ، وَلَا تُؤْكَلُ ذَبَائِحُهُمْ
“Aku tidak berpikir akan salat di belakang seorang jahmiyyah dan syiah rafidhah, atau aku salat di belakang yahudi dan nashrani. Sesungguhnya mereka tidak ucapkan salam kepadanya, tidak dijenguk ketika sakit, dan mereka tidak dinikahi dengan kaum muslimin, dan mereka tidak boleh memberi kesaksian, dan sesembelihan mereka tidak dimakan.”
Lalu, bagaimana penjelasan tentang
'mengapa imam Bukhari mengambil perawi Syi'ah'?
Berikut penjelasan Imam Ibnu Hajr
Al Asqalani ra dalam tahdzib at tahdzib 1/94:
فالتشيع في عرف المتقدمين هو اعتقاد تفضيل علي على عثمان, وأن عليا كان مصيبا في حروبه وأن مخالفه مخطئ مع تقديم الشيخين وتفضيلهما, وربما اعتقد بعضهم أن عليا أفضل الخلق بعد رسول الله -صلى الله عليهآله وسلم-, وإذا كان معتقد ذلك ورعا دينا صادقا مجتهدا فلا ترد روايته بهذا, لا سيما إن كان غير داعية, وأما التشيع في عرف المتأخرين فهو الرفض المحض فلا تقبل رواية الرافضي الغالي ولا كرامة“Maka tasyayyu’ yang dikenal di kalangan para ulama mutaqaddimin adalah keyakinan untuk mendahulukan Ali dari pada Utsman. Dan bahwasanya Ali lah yang benar dalam peperangan dan orang yang menyelisihi Ali adalah orang yang salah akan tetapi mereka tetap mendahulukan Abu Bakr dan Umar dan tetap memuliakan keduanya. Dan bisa jadi sebagian mereka berkeyakinan bahwasanya Ali adalah makhluk yang paling mulia setelah Rasulullah saw. Dan jika keyakinan ini ada pada dirinya dengan menjaga sikap wara’ dan agamanya dan dia melakukannya karena kejujuran dan berijtihad maka riwayatnya tidaklah tertolak karena hal tersebut, terlebih rawi tersebut bukanlah orang yang selalu menyeru kepada keyakinannya. Dan adapun syiah yang dikenal pada zaman ulama muta’akhhirin maka dia adalah rafidhah murni maka tidak diterima riwayat seorang syiah rafidhah yang over dan tidak ada kemuliaan untuk mereka”