BELAJAR PADA
MALAYSIA*
Dalam banyak kasus ternyata pemerintah Malaysia lebih arif membaca suara dan
aspirasi rakyat, tanpa membiarkan sebuah isu menjadi konflik dan menyelesaikan
di tingkat atas sebelum terjadi reaksi masyarakat.
Lihat saja dalam kasus halal, Ahmadiyah, al-Arqom, Syiah, Irshad Manji,
Liberal, mereka tidak ada gejolak karena dari awal lagi para ulama mereka telah
melakukan syura dan hasilnya dikuatkan oleh pemerintah melalui fatwa dan
dilaksanakan oleh eksekutif seperti perdana Menteri, Menteri dengan menugaskan
bawahannya seperti Polisi, Jakim dan sebagainya.
Pemerintah
Malaysia tidak memberi ruang kepada mereka yang suka Khalif Tu`raf dan
pendekar mabuk (kuasa, nama, uang, pangkat) lainnya seperti di Indonesia yang
akan membuat mereka tambah terkenal saja. Media mereka langsung merujuk kepada
yang ahli dibidangnya tanpa memperdulikan suara orang yang tidak tahu. Pernah
di Indonesia sebuah Televisi besar mewawancarai wanita nakal tentang teroris,
menanya artis tentang pelarangan Ahmadiyah dan sebagainya yang tidak ada kaitan
dengan keahlian. Padahal sesuatu yang diserahkan kepada yang bukan ahlinya akan
menunggu kehancurannya.
Malaysia tahu betul bahwa semua orang memiliki hak asasi, namun hak asasi 60,4%
umat Islam di Malaysia agar akidah dan moral anak cucu mereka tidak dirusak
juga menjadi kewajiban pemerintah untuk menjaganya.
Di Indonesia konflik dan gejolak masyarakat sering dimanfaatkan untuk mengalihkan
isu dari penyalahgunaan kuasa dan korupsi yang dilakukan oleh pemimpin partai
pemerintah saat ini.
Dalam
kasus Irshad Manji pemerintah mereka melalui Jabatan Kebajikan Islam Malaysia
(JAKIM), Kementerian Dalam Negeri, melalui Menterinya mengatakan; Irshad Manji
dilarang mengadakan acara apapun di Malaysia. -Selesai perkara-
Dalam kasus Ahmadiyah, al-Arqom, Syiah, Liberal, Lady Gaga, ajaran sesat
pemerintah Malaysia tinggal melarang dan tidak menunggu reaksi umat Islam -FPI-
untuk membubarkannya seperti di Indonesia.
Hampir setiap hari Polisi dan polisi agama Malaysia menangkap kasus pelacuran,
judi, hubungan luar nikah, khalwat dan sebagainya sehingga tidak perlu lagi FPI
seperti di Indonesia.
Mungkin saja FPI di Indonesia akan lebih banyak berzikir, melakukan amar
ma'ruf, menuntut ilmu, membantu masyarakat yang lemah dan kegiatan amal sosial
lainnya di saat suatu hari nanti pemerintah Indonesia sudah bekerja dalam
melindungi hak-hak beragama umat Islam yang berjumlah 88,20% seperti halnya di
Malaysia.
Namun tentu saja itu masih jauh, Di Indonesia masyarakat lebih banyak menangkap
penjahat daripada Polisi yang memang diangkat dan digaji untuk itu. Aparat yang
menjadi bagian dari bisnes hitam, beeking tempat pelacuran, judi, bisnes haram
dan perkara yang melanggar Undang-undang Indonesia lainnya sudah menjadi
rahasia umum.
Konsep Pemerintahan yang Baik
Pemerintahan yang baik atau good governan menurut UNDP ialah
partisipasi, kekuasaan hukum (rule of law), transperansi, bertanggung
jawab (responsiveness), orientasi konsesus, persamaan (equity),
efektif dan efisien (effectiviness and efficiency), akauntabiliti dan
strategik.
Mengutip buku Prof. Dr. Deliar Noer, Menurut Ibn Khaldun pemerintah yang baik
akan menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Kekuasaan hendaklah
memperjuangkan keadilan, kewajaran, memenuhi kewajiban agama dan membela rakyat
yang merupakan kewajiban bagi raja atau imam. Tentu sahaja dalam merealisasikan
pemerintahan yang baik, pemerintahnya haruslah orang yang taat pada agama dan
memahami hukum hakam dalam Islam.
Pemerintahan yang baik menurut beberapa tokoh seperti; Socrates, Plato,
Aristotle, Jeans-Jecques Rousseau, Thomas Hobbes, Jhon Stuart Mill ialah
pemerintahan yang menjalankan kebajikan rakyat dengan sebaik mungkin, sehingga
mereka mendapatkan kebahagiaan jiwa. Mementingkan kebajikan sebagai dasar
negara ideal. Negara yang penuh dengan kebajikan. Negara yang berusaha agar
semua keperluan masyarakat dipenuhi sebaik-baiknya. Lembaga politik yang
berdaulat guna mensejahterakan seluruh rakyatnya. Agama merupakan hak keyakinan
individu dan campurtangan negara terhadap persoalan -yang bertentangan dengan-
agama adalah bertentangan dengan hak-hak manusia yang paling dasar dan
melangggar asas kebebasan keyakinan. Pemerintah yang menjadikan kesejahteraan
dan ketentraman jiwa rakyat sebagai prioritas. Kekuasaan penguasa meliputi
bidang rohani –jasmani-. Prioritas kebijaksanaan pemerintahan adalah untuk
kesejahteraan dan ketenteraman dan kemudahan hidup roh dalam erti keseluruhan. Pentingnya
unsur kebaikan umum yang harus didukung oleh kekuatan publik dan kekuasaan
tertinggi. Kepentingan masyarakat adalah jumlah kepentingan dari angotanya.
Kepentingan masyarakat bergantung pada kepentingan anggota dari masyarakat itu.
Tujuan mendirikan sesebuah negara adalah bagaimana memudahkan anggotanya untuk
mencapai tujuan bersama. Dan tujuan sebuah negara dalam Islam adalah negara
yang aman makmur dan diridhai Allah SWT. Negara yang diridhai oleh Allah SWT
adalah negara yang menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.
oleh: Afriadi
Sanusi (Peneliti di Jabatan Sains Politik Islam, Universiti Malaya, Kuala
Lumpur, Malaysia)_suara-islam.com